Ayat walyatalattaf adalah ayat ke-19 dalam surat Al-Kahfi yang berbunyi:
فَلَمَّا بَعَثْنَا عَلَيْهِمْ رُسُلَهُمْ اطَّلَعُوا عَلَيْهِمْ مَا لَمْ يَطَّلِعُوا عَلَيْهِ أَحَدٌ مِنْ الْعَالَمِينَ وَلْيَتَلَطَّفْ
"Kemudian tatkala Kami bangunkan mereka, mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Sebahagian mereka berkata: "Berapa lamakah kamu berdiam (di sini)?" Sebahagian yang lain berkata: "Kita berdiam (di sini) sehari atau setengah hari". Mereka berkata: "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berdiam (di sini), maka kirimlah salah seorang di antara kamu dengan uang perakmu ini ke kota, hendaklah dia melihat, makanan yang manakah yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kamu, dan hendaklah dia bersikap lemah lembut dan janganlah sekali-kali menyebabkan seseorang mengetahui kamu." (QS. Al-Kahfi: 19)
Ayat ini mengandung pesan agar kita bersikap lemah lembut dalam berinteraksi dengan orang lain, terutama dalam situasi yang memerlukan kehati-hatian dan kewaspadaan.
Dalam beberapa cetakan Al-Qur'an di Indonesia, ayat ini diberi warna merah dan dicetak tebal untuk menandai bahwa ayat ini adalah bagian tengah dari Al-Qur'an. Hal ini didasarkan pada pendapat sebagian ulama yang menghitung jumlah ayat Al-Qur'an secara keseluruhan.
Namun, pendapat ini tidak mutlak dan tidak semua cetakan Al-Qur'an mengikuti penandaan ini. Di beberapa negara Timur Tengah, ayat ini dicetak dengan warna hitam seperti ayat-ayat lainnya.
Selain itu, ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa warna merah pada ayat ini adalah untuk mengenang kematian Utsman bin Affan ra., salah seorang khalifah yang terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur'an. Darahnya menetes pada ayat ini dan membuatnya berwarna merah.
Namun, riwayat ini juga tidak memiliki sumber yang kuat dan tidak bisa dijadikan hujjah. Yang pasti, warna merah pada ayat ini bukan merupakan bagian dari wahyu Al-Qur'an, melainkan hanya inisiatif manusia untuk memberi tanda khusus.
Oleh karena itu, kita tidak perlu terlalu mempersoalkan warna merah pada ayat ini, melainkan lebih fokus pada makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat ini mengajarkan kita untuk bersikap lemah lembut dalam berbagai situasi, terutama ketika kita berada dalam kondisi minoritas atau terancam.
Lemah lembut bukan berarti pengecut atau takut, melainkan bijak dan cerdas dalam menghadapi tantangan. Lemah lembut juga bukan berarti menyerah atau kompromi dengan kebatilan, melainkan sabar dan teguh dalam mempertahankan kebenaran.